A.KESANTUNAN
Kesopansantunan pada umumnya berkaitan
dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut sebagai ‘diri sendiri’
dan ‘orang lain’. Dalam percakapan, ‘diri sendiri’ biasanya dikenal sebagai
‘pembicara’, dan orang lain sebagai penyimak. Pandangan kesantunan dalam kajian
pragmatik, diturakan oleh beberapa ahli.Diantaranya adalah Fraser, Leech, Robin
Lakoff, Bowl dan Levinson. Namur, dalam makalah ini hanya akan dipaparkan
pandangan kesantunan menurut Leech. Karena rumusan Leech dianggap paling
lengkap dan paling komprahensif.
Skala Kesantunan menurut Leech (1983:123-126) adalah sebagai berikut:
Skala Kesantunan menurut Leech (1983:123-126) adalah sebagai berikut:
a. Skalakerugian dan keuntungan(cost-benefit scale) menunjuk kepada besar kecilnya
kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah
pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin
dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu
menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu.
Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri, si mitra tutur akan
dianggap semakin santunlah tuturan itu.
b. Skala pilihan (Optionality Scale) menunjuk kepada banyak atau
sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur. Semakin
pentuturanitu memungkinkan penutur atau mitra tutur mementukan pilihan yang
banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya
apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si
penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun.
c.
Skala ketidak langsungan (Indirectness Scale)
menunjuk kepada peringkat langsung atau tudak langsugnya maksud sebuah tuturan.
Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah
tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah
tuturan, akan dianggap semakin sanutunlah tuturan itu.
d. Skala keotoritasan (Authority Scale) menunjuk
kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat
dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan
mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun.
Sebakinya, semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, akan
cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam
bertutur itu.
e.
Skala jarak sosial (Social Distance Scale) menunjuk kepada peringkat hubungan
sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam bsebuah pertuturan.
Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial dia antara
keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian
sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra
tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu.
B.KERJASAMA
Sebelum belajar tentang ‘prinsip kerja sama’,
kita perlu belajar tentang ‘asumsi pragmatik’.
Kalau orang berbicara kepada orang lain pasti ingin mengemukakan sesuatu. Selanjutnya orang lain diharapkan menangkap apa (hal) yang dikemukakan. Dengan adanya 2 tujuan ini, maka orang akan berbicara sejelas mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar (termasuk volume suara yang wajar).
Hanya saja dalam pragmatik terdapat penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus bertanggung jawab atas penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui maksudnya. Mereka harus bekerja sama.
Contoh:
Kalau orang berbicara kepada orang lain pasti ingin mengemukakan sesuatu. Selanjutnya orang lain diharapkan menangkap apa (hal) yang dikemukakan. Dengan adanya 2 tujuan ini, maka orang akan berbicara sejelas mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar (termasuk volume suara yang wajar).
Hanya saja dalam pragmatik terdapat penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus bertanggung jawab atas penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui maksudnya. Mereka harus bekerja sama.
Contoh:
Saya : ak , q
Kamu : km , qm ,u
Dijalan : otw
Cinta : <3 span="span">3>
dll.
Di dalam berkomunikasi, antara P dengan MT harus saling menjaga prinsip kerja sama (cooperative principle) agar proses komunikasi berjalan dengan lancar. Tanpa adanya prinsip kerja sama komunikasi akan terganggu. Prinsip kerja sama ini terealisasi dalam berbagai kaidah percakapan. Secara lebih rinci, Grice menjabarkan prinsip kerja sama itu menjadi empat maksim percakapan (periksa Gunarwan, 1993: 11; Lubis, 1993: 73; dan bandingkan pula Wijana, 1996: 46-53). Keempat maksim percakapan itu ialah sebagai berikut.
(1) Maksim kuantitas:
a. Berikan informasi Anda secukupnya atau sejumlah yang diperlukan oleh MT.
b. Bicaralah seperlunya saja, jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu.
(2) Maksim kualitas:
a. Katakanlah hal yang sebenarnya.
b. Jangan katakan sesuatu yang Anda tahu bahwa sesuatu itu tidak benar.
c. Jangan katakan sesuatu tanpa bukti yang cukup.
(3) Maksim relevansi:
a. Katakan yang relevan.
b. Bicaralah sesuai dengan permasalahan.
(4) Maksim cara:
a. Katakan dengan jelas.
b. Hindari kekaburanan ujaran.
c. Hindari ketaksaan.
d. Bicaralah secara singkat, tidak bertele-tele.