HAKIKAT
BAHASA
Pendahuluan
Banyak pakar yang yang membuat defenisi tentang bahasa dengan pertama-tama
menonjolkan segi fungsinya, seperti Sapir (1221:8), Badudu (1989:3), dan Keraf
(1984:16). Namun ada beberapa pakar yang tidak menonjolkan fungsi, tetapi
menonjolkan “sosok” bahasa seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983, dan
juga dalam Djoko Kentjono 1982): “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Defenisi ini sejalan dengan defenisi
dari Barber (1964:21), Wardhaugh (1977:3), Trager (1949:18), de Saussure
(1966:16), dan Bolinger (1975:15).
Oleh karena itu, meskipun bahasa tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti,
tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena “rumitnya”
menentukan paromin bahasa atau bukan, hanya dialek saja dari bahasa yang
lain, maka hingga kini belum pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa
yang ada di dunia ini (Crystal 1988:284).
Definisi Bahasa
Defenisi bahasa dari Kridalaksana bahwa: “Bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”, dan yang sejalan dengan
definisi mengenai bahasa dari beberapa pakar lain, kalau dibutiri akan
didapatkan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa. Sifat atau ciri
itu, antara lain, adalah :
1. Bahasa adalah sebuah sistem
2. Bahasa berwujud lambang
3. Bahasa berupa bunyi
4. Bahasa bersifat arbiter
5. Bahasa itu bermakna
6. Bahasa bersifat konvensional
7. Bahasa bersifat unik
8. Bahasa bersifat universal
9. Bahasa itu bervariasi
10. Bahasa bersifat produktif
11. Bahasa bersifat dinamis
12. Bahasa berfungsi sebagai alat interaksi sosial
13. Bahasa merupakan identitas penuturnya
1. Bahasa sebagai sistem
Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan
sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasas itu tersusun menurut suatu pola:
tidak tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya,
bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-sub
sistem; atau sistem bawahan. Di sini dapat disebutkan, antara lain, subsistem
fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis dan subsistem semantik. Tiap
unsur dalam setiap subsistem juga tersusun menurut aturan atau pola tertentu,
yang secara keseluruhan membentuk satu sistem. Jika tidak tersusun menurut
aturan atau pola tertentu, maka subsistem itu pun tidak dapat berfungsi.
Sub sistem bahasa terutama subsistem fonologi, morfologi, dan sintaksis
tersusun secara hierarkial. Artinya, subsistem yang satu terletak di bawah
subsistem yang lain; lalu subsistem yang lain ini terletak pula di bawah
subsistem lainnya lagi. Ketiga subsistem itu (fonologi, morfologi, dan sintaksis)
terkait dengan subsistem semantic. Sedangkan subsistem leksikon yang juga
diliputi subsistem semantic, berada di luar ketiga subsistem struktural itu.
2. Bahasa sebagai lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah
dalam bidang kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang
mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa.
Dalam semiotika atau semiologi (yang di Amerika ditokohi oleh Charles Sanders
Peirce dan di Eropa oleh Fendinand de Saussure) dibedakan adanya beberapa jenis
tanda, yaitu, antara lain tanda (sign), lambing (simbol), sinyal (signal),
gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.
Tanda selain dipakai sebagai istilah generic dari semua yang termasuk kajian
semiotika juga sebagai salah satu dari unsur spesifik kajian semiotika itu,
adalah suatu atau sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran,
perasaan, benda, dan tindakan secara langsung dan alamiah. Misalnya, kalau di kejauhan
tampak ada asap membumbung tinggi, maka kita tahu bahwa di sana pasti ada api,
sebab asap merupakan tanda akan adanya api itu.
Berbeda dengan tanda, lambang atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah.
Lambing menandai sesuatu yang lain secarakonvensional, tidak secara alamiah dan
langsung. Karena itu lambang sering disebut bersifat arbiter, sebaliknya, tanda
serperti yang sudah dibicarakan di atas, tidak bersifat arbiter. Yang dimaksud
arbiter adalah tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara
lambing dengan yang dilambangkannya.
Oleh karena itulah, Earns Cassier, seorang sarjana dan filosof mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan
yang tidak terlepas dari symbol. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut
bahasa. Satuan-satuan bahasa, misalnya kata, adalah symbol atau lambang.
Tanda-tanda itu adalah sinyal gerak isyarat (gesture), gejala, kode, indeks,
dan ikon. Yang dimaksud dengan sinyal atau isyarat adalah tanda yang disengaja
yang dibuat oleh pemberi sinyal agar si penerima sinyal melakukan sesuatu.
3. Bahasa adalah bunyi
Kata bunyi, yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita
dengar dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut Kridalaksana (1983:27)
bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga
yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara.
Bunyi bahasa atau bunyi uajaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon”
dan di dalam fonemik sebagai “fonem”.
4. Bahasa itu bermakna
Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau
pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lebih umum dikatakan
lambang bunyi tersebut tidak punya referen, tidak punya rujukan.
Makna yang berkenaan dengan morfem dan kata disebut makna leksikal; yang
berkenaan dengan frase, klausa, dan kalimat disebut makna gramatikal; dan yang
berkenaan dengan wacana disebut makna pragmatic, atau makna konteks.
5. Bahasa itu arbiter
Kata arbiter diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana
suka. Yang dimaksud dengan istilah arbiter itu adalah tidak adanya hubungan
wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau
pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Ferdinand de Saussure (1966:67) dalam dikotominya membedakan apa yang disebut
significant (Inggris: signifier) dan signifie (Inggris: signified). Signifiant
adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie adalah konsep yang dikandung oleh
signifiant.
6. Bahasa itu konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat
arbiter, tetapi penerimaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu yang
bersifat konfensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi
konfensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang
diwakilinya. Jadi kalau kearbiteran bahasa pada hubungan antara
lambanag-lamabang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka
kekonfensionalan bahasa terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk
menggunakan lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkannya.
7. Bahasa itu produktif
Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif
“ banyak hasilnya” atau lebih tepat “terus menerus menghasilkan” lalu, kalau
bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsure-unsur itu
terbatas, tapi dengan unsur-unsur dengan jumlahny ayng terbatas terdapat di
luar satuan-satuan bahasa yang jumlahnya yang tidak terbatas, meski secara
relative sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa.
Keproduktifan bahasa Indonesia dapat juga dilihat pada jmumlah yang dapat
dibuat. Dengan kosa kata yang menurut Kamus Besar Huruf Bahasa Indonesia hanya
berjumlah lebih kurang 60.000 buah, kita dapat membuat kalimat bahasa Indonesia
yang mungkin puluhan juta banyaknya, termasuk juga kalimat-kalimat yang belum
pernah ada atau pernah dibuat orang.
Keproduktifan bahasa memang ada batasnya dalam hal ini dapat dibedakan adanya
dua macam keterbatasan, yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan keterbatasan
pada tingkat langue. Keterbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidak
laziman atau kebelum laziman bentuk-bentuk yang dihasilkan. Sedangkan pada tingkat
langue keproduktifan itu dibatasi karena kaidah atau sistem yang berlaku.
8. Bahasa itu unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang
lain. Lalu, kalau bahasa dikatakan bersifat unik., maka artinya, setiap bahasa
mempunyai cirri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas
ini bisa menyangkut sistem bunyi , sistem pembetukkan kata, sistem pembentukkan
kalimat, atau sistem-sistem lainnya. Salah satu keunikkan bahasa Indonesia
adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis.
Maksudnya, kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan, maka
makna itu tetap. Yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat.
9. Bahasa itu universal
Selain bersifat unik, yakni mempunyai sifat atau cirri masing-masing, bahasa
itu bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh
setiap bahasa yang ada di Dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini merupakan
unsur bahasa yang paling umum, yang biasa dikaitkan dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat bahasa lain.
Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling
umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan
konsonan. Tetapi berapa banyak vocal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap
bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan. Bukti dari keuniversalan bahasa
adalah bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah
satuan yang maknany kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Namun, bagaimana
satuan-satuan itu terbentuk mungkin tidak sama. Kalau pembentukan itu bersifat
khas, hanya dimiliki sebuah bahasa maka hal itu merupakan keunikan dari bahasa.
Kalau ciri itu dimiliki oleh sejumlah bahasa dalam satu hukum atau satu golongan
bahasa, maka ciri tersebut menjadi ciri universal dan keunikan rumpun atau sub
rumpun bahasa tersebut.
Ada juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki oleh bahasa-bahasa yang
berada dalam satu rumpun atau sub rumpun, atau juga dimiliki oleh sebagian
besar bahasa-bahasa yang ada di Dunia ini sebagai ciri setengah universal.
Kalau dimiliki oleh semua bahasa yang ada di Dunia ini beru bisa disebut
universal.
10. Bahasa itu dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak perbah lepas dari segala
kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk
yang berbudaya dan bermasyarakat tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai
oleh bahasa. Malah dalam bermimpi pun manusia menggunakan bahasa.
Karena keterkaitan dan keterikatan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam
kehidupannya dalam manusia nya kegiatan manusia tidak tetap dan tidak berubah,
maka bahasa itu juda menjadoi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak
statis. Karena itulah, bahas itu disebut dinamis.
Perubahahan yang paling jelas, dan paling banyak adalah pada bidang leksikon
dan semantik. Barang kali, hamper setiap saat ada kata-kata baru muncul sebagai
akibat perubahan dan ilmu, atau ada kata-kata lama yang muncul dengan makna
baru. Hal ini juga dipahami, karen kata sebagai satuan bahasa terkecil, adalah
sarana atau wadah untuk menampung suatu konsep yang ada dalam masyarakat
bahasa. Dengan terjadinya perkembangan kebuidayaan, perkembang ilmu dan
tekhnologi, tentu bermunculan konsep-konsep baru, yang tentunya disertai wadah
penampungnya, yaitu kata-kata atau istilah-istilah baru.
Perubahan dalam bahasa ini dapat juga bukan terjadi berupa pengembangan dan
perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami
masyarakat bahasa yang bersangkutan. Berbagaio laasan sosial dan politik
menyebabkan orang meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan
bahasanya, lalu menggunakan bahasa lain. Di Indonesia, kabarnya telah banyak
bahasa daerah yang telah ditinggalkan para penuturnya terutaam dengan alasan
sosial. Jika ini terjadi terus menurus, maka pada suatu saat kelak banyak
bahasa yang hanya ada beradadalam dokumentasi belaka, karena tidak ada lagi
penuturnya.
11. Bahasa itu bervariasi
Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu
masyarakat bahasa. Yang termasuk dalam masyarakat bahsa adalah mereka merasa
menggunakan bahasa yang sama. Jadi, kalau disebut masyarakat bahasa Indonesia
adalah semua orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia.
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari ber bagai orang dengan
berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Oleh
karena itu, karena latar belakang dan lingkungannya yang tidak sama, maka
bahasa yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam, dimana antara
variasi atau ragam yang satu dengan yang lain sering kali mempunyai perbedaan
yang besar.
Mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu
idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang
bersifat perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai ciri khas bahasanya
masing-masing. Kalau kita banyak membaca karangan orang yang banyak menulis,
misalnya, Hamka, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamingway, atau Mark twain , maka
kita akan dapat mengenali ciri khas atau idiolek pengarang-pengarang itu.
Dialek adalah variasi bahasa yang di gunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
pada suatu tempat atau suatu waktu. Variasi bahasa berdasarkan tempat ini lazim
disebut dengan nama dialek regional , dialek area, atau dialek geografi.
Sedangkan variasi bahasa yang digunakan sekelompok anggota masyarakat dengan
status sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.
Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi,
keadaan, atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam
bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak
formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari sarana yang
digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan. Untuk keperluan
pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa
jujrnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer, dan ragam bahasa
hukum.
12. Bahasa itu manusiawi
Kalau kita menyimak kembali cirri-ciri bahasa, yang sudah dibicarakan
dimuka, bahwa bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia, bersifat arbitrer, bermakna, dan produktif, maka dapat dikatakan
bahwa binatang tidak mempunyai bahasa. Bahwa binatang dapat berkomunikasi
dengan sesama jenisnya, bahkan juga dengan manusia, adalah memang suatu
kenyataan. Namun, alat komunikasinya tidaiklah sama dengan alat komunikasi
manusia, yaitu bahasa.
Dari penelitian para pakar terhadap alat komunikasi binatang bisa disimpulkan
bahwa satu-satuan komunikasi yang dimiliki binatang-binatang itu bersifat
tetap.sebetulnya yang membuat alat komunikasi manusia itu, yaitu bahasa,
produktif dan dinamis, dalam arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang
baru, berbeda dengan alat komunikasi binatang, yang hanya itu-itu saja dan
statis , tidak dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, bukanlah
terletak pada bahasa itu dan alat komunikasi binatang itu, melainkan pada
perbedaan besar hakikat manusia dan hakikat binatang. Manusia sering
disebut-sebut sebagai homosapiens makhluk yang berpikir, homososio makhluk yang
bermasyarakat, homofabel makhluk pencipta alat-alat dan juga animalrasionale
makhluk rasional yang beerakal budi. Maka dengan segala macam kelebihannya itu
jelas manusia dapat memikirkan apa saja yang lalu, yang kini, dan yang masih
akan datang, serta menyampaikannya kepada orang lain melalui alat
komunikasinya, yaitu bahasa. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa alat
komunikasi manusia yang namanya bahasa, adalah bersifat manusiawi, dalam arti
hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Alieva, N.F. dkk. 1991. Bahasa Indonesia: Deskripsi dan Teori. Yogyakarta:
Kanisius
Al-Kasimi, Ali M. 1997. Linguistic and Bilingual Dictionary, Leiden: E.J.
Brill
Aitchison, Jean. 1972. General Linguistics. London: The English Universities
Press Ltd
Allan, Keith. 1986. Linguistic Meaning. Jilid I dan II. London: Routledge
and Kegan Paul
Barber, C.L. 1972. The Story of Language. London: The Causer Press
Bolinger, Dwight L. 1975. Aspects of Language. New York: Harcourt, Brace and
Word Inc